Kisah Tim Relawan RSTKA Tangani Para Pengungsi Gempa di Mamuju

Kisah Tim Relawan RSTKA Tangani Para Pengungsi Gempa di Mamuju

Terbaiknews - MENGINAP DI PENGUNGSIAN: Anak-anak korban gempa di Kabupaten Mamuju mendapatkan buku cerita dari relawan Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga. Cara itu diharapkan mampu mengobati anak-anak dari tekanan psikis akibat bencana alam. (Septinda Ayu/Jawa Pos)

Gempa Mamuju-Majene, Sulawesi Barat, meninggalkan trauma begitu dalam bagi puluhan ribu warga. Sudah lebih dari dua pekan, para korban gempa masih tinggal di pengungsian. Tim relawan Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga (RSTKA) ikut turun ke lapangan untuk memberikan trauma healing dan edukasi kepada korban gempa.

SEPTINDA AYU PRAMITASARI, Majene, Sulawesi Barat

TIMpsikolog dan relawan Rumah Sakit Ksatria Airlangga (RSTKA) siap berangkat menuju tempat pengungsian di Desa Dayanganna, Kecamatan Tapalang, Kabupaten Mamuju, pada Rabu (27/1). Lokasi pengungsian tersebut berjarak lebih dari 70 kilometer dari Pelabuhan Palipi, Kecamatan Sedana, Kabupaten Majene, tempat kapal RSTKA bersandar. Dengan menggunakan mobil, perjalanan membutuhkan waktu lebih dari dua jam.

Ya, jarak tempuh yang cukup jauh dari base camp tim relawan RSTKA. Sebab, Tapalang berada di perbatasan Mamuju dan Majene.

Meski begitu, semangat tim psikolog dan relawan RSTKA tidak kendur sedikit pun. ’’Ini adalah kali kedua kami datang ke tenda pengungsian di Dayanganna, Tapalang, Mamuju,’’ kata Afin Murtiningsih, relawan dari tim psikolog RSTKA.

Kedatangan tim relawan RSTKA ke pengungsian Desa Dayanganna disambut hangat oleh para pengungsi. Mereka berdiri di depan pengungsian darurat di kandang ayam. Meski dalam keadaan susah, mereka sama sekali tidak menunjukkan kesedihan. Bahkan, puluhan anak pengungsi sudah tak sabar bermain bersama dengan tim relawan RSTKA.

Mereka juga telah menyiapkan satu petak kandang ayam berukuran 5 x 5 meter sebagai tempat kegiatan trauma healing. Tempat tersebut juga digunakan untuk musala bagi para pengungsi. Kondisi pengungsian itu ala kadarnya. Hanya beralas terpal tanpa dinding sebagai pelindung dari dinginnya hujan. ’’Anak-anak masih ingat kan cara mencuci tangan yang benar?’’ teriak Afin sambil mengangkat satu tangan kanannya ke atas sambil memegang hand sanitizer.

Awalnya, anak-anak korban gempa tersebut hanya terdiam, terkesan malu-malu. Afin pun langsung menawarkan hadiah snack bagi anak yang berani maju dan mempraktikkannya. Tidak menunggu lama, tiga anak mengacungkan tangan dan maju ke depan. Diikuti anak-anak lainnya, Afin bersama relawan lainnya memandu cara mencuci tangan yang benar. ’’Kami coba ajarkan cuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer yang benar. Sekarang kan sedang pandemi Covid-19,’’ ujarnya.

Selain mengajarkan cara mencuci tangan, tim relawan juga membagi-bagikan masker kain kepada anak-anak pengungsi beserta orang tuanya yang belum memiliki masker. ’’Pelan-pelan mereka harus diedukasi untuk menggunakan masker dan cuci tangan. Jangan sampai jadi klaster baru Covid-19 di pengungsian,’’ imbuh alumnus Fakultas Psikologi Unair itu.

Afin mengatakan, saat ini pihaknya belum banyak memberikan trauma healing. Sebab, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) belum mencabut status darurat gempa di Mamuju-Majene, Sulbar. Karena itu, tim psikolog RSTKA sementara hanya memberikan motivasi kepada para pengungsi. ’’Tidak mungkin kalau kami bilang tidak boleh trauma atau takut. Sebab, kondisinya memang belum dinyatakan aman oleh BMKG,’’ ujarnya.

Untuk itu, yang dilakukan adalah memotivasi para pengungsi agar selalu bersyukur dan berbagi. Selain itu, menumbuhkan semangat agar para pengungsi bisa melakukan aktivitas sehari-hari dengan tetap waspada. ’’Kami mengajarkan agar para pengungsi tanggap bencana gempa. Apa yang harus dilakukan ketika ada gempa,’’ kata dia.

Trauma healing, lanjut dia, memang sangat dibutuhkan para pengungsi. Namun, hal itu harus dilakukan sesuai dengan tahapan serta situasi dan kondisinya. Jika kondisi Mamuju-Majene sudah dianggap aman, selanjutnya para pengungsi diberi trauma healing. ’’Jadi, langkah awal yang kami lakukan adalah melihat kondisi trauma psikis yang dialami anak-anak khususnya. Dan, mengajak anak-anak lebih kuat, bersabar, bersyukur, dan bergembira bersama,’’ jelasnya.

Pengungsian di kandang ayam di Desa Dayanganna, Tapalang, Mamuju, dihuni 30 kepala keluarga (KK). Ada 15 petak kandang ayam. Setiap petak diisi 4–5 KK. Kondisi tempat penampungan tersebut masih jauh dari kata layak. Mereka juga tidak memiliki selimut. Sementara itu, tidak ada terpal yang menghalau hujan dan angin malam. Tanah yang bergelombang beralas terpal juga kerap dikeluhkan korban. Begitu pula, masalah air bersih belum teratasi. ’’Kandang ayam ini terpaksa dijadikan tempat penampungan. Sebab, tidak ada tenda yang bisa menampung para korban,’’ kata Lenniwati, lurah Dayanganna, Mamuju.

Afin bersama relawan lainnya, Teguh Wahyu Utomo, melanjutkan dengan membagi-bagikan buku bacaan dari donatur Rotary kepada anak-anak korban gempa. Buku-buku bacaan tersebut menjadi salah satu hiburan bagi anak-anak selama di pengungsian. Mereka pun membaca buku itu dengan suara lantang. ’’Saya suka sekali membaca. Di sini tidak ada buku,’’ kata Zakiyah, 9, lalu melanjutkan membaca buku dengan suara keras.

Jadi Bu Bos Bengkel, Tepergok Serong, Kini Terapis Panti Pijat Lagi

Untuk melihat kondisi trauma psikis pada anak-anak korban bencana, tim relawan juga meminta mereka menggambar dalam kertas kosong. Setiap gambar dari anak-anak tersebut akan dievaluasi. Jika dianggap wajar, anak itu tidak mengalami trauma. Begitu pula sebaliknya. ’’Hasil evaluasinya, semua anak mau menggambar. Dan, yang digambar adalah hal yang normal. Mereka ingin kembali bermain di rumah,’’ kata Teguh.

Kegiatan trauma healing tersebut menyebar ke seluruh sentra pengungsian di Kabupaten Majene. Ada relawan mahasiswa Psikologi Unair yang ikut turun ke lapangan untuk membantu melanjutkan tahapan trauma healing kepada para korban.

’’Trauma healing ini penting dan harus dilakukan secara terkoordinasi. Kami juga memiliki tim relawan gabungan bencana gempa Mamuju-Majene dari beberapa universitas di Indonesia. Harapannya, para korban tetap mendapatkan trauma healing,’’ ujarnya.

Saksikan video menarik berikut ini: